
Penyusutan penduduk usia produktif mendorong Jepang membuat kebijakan imigrasi baru. Jepang membuka peluang kerja bagi hingga 345.000 tenaga asing dalam 5 tahun ke depan.
JAKARTA. KOMPAS – Indonesia membidik hingga 70.000 peluang kerja di bawah sistem imigrasi dan ketenagakerjaan baru Jepang. Nota kerja sama tentang penempatan pekerja terampil di Jepang diharapkan bisa disepakati pada akhir Juni 2019.
”Kebijakan imigrasi baru Jepang memberikan peluang bagi tenaga kerja Indonesia mengisi kebutuhan tenaga kerja terampil,” kata Eva Trisiana, Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri pada Kementerian Kerja, Rabu (12/6/2019), di Jakarta.
Sejak 1 April 2019, Jepang menerapkan kebijakan visa baru untuk pekerja asing. Kebijakan itu untuk menarik hingga sebanyak 345.000 pekerja asing pada 14 jenis lapangan kerja, seperti pendukung kedirgantaraan, konstruksi, pramuwisma dan perhotelan, perawatan pasien dan lansia, pertanian, perikanan, galangan kapal serta industri logam dalam lima tahun ke depan. Indonesia berharap bisa mengisi setidaknya 20 persen atau hingga 70.000 orang dari alokasi khasus itu.
Kebijakan baru visa kerja adalah bagian dari upaya Jepang mengatasi kekurangan tenaga kerja yang diprediksi mencapai 930.000 orang hingga 2025. Kekurangan tenaga kerja di Jepang adalah kombinasi peningkatan penduduk usia lanjut dan rendahnya angka kelahiran. Populasi Jepang menua dan kekurangan penduduk usia produktif.
”Indonesia dan Jepang secara intensif melakukan pertemuan bilateral guna menindaklanjuti peluang ini. Jepang mendekati beberapa negara untuk menyusun nota kerja sama (MoC) penempatan tenaga kerja. Kami berharap MoC bisa diteken pada minggu keempat Juni,” ujur Eva.
MoC diharapkan meniadi mekanisme penempatan yang aman bagi pekerja Indonesia di Jepang. “Kami berharap MoC bisa ditandatangani pada minggu keempat Juni,” katanya.
Pengesahan MoC memang bukan jaminan pekerja Indonesia bisa memanfaatkan peluang di Jepang. Alasannya, pekerja Indonesia tetap harus bersaing dengan calon dari Negara-negara lain. ”Persyaratannya cukup kompetitif. Selain keterampilan pada sektor yang dituju, juga ada faktor kecakapan bahasa dan pemahaman budaya Jepang.” ujarnya.
Karena itu, Indonesia akan memprioritaskan para mantan pekerja magang atau kenshusei untuk mengisi peluang itu. Para kenshusei tidak diharuskan lolos tes kecakapan bahasa dan pengetahuan budaya Jepang.
Selama ini memang banyak pemuda Indonesia mengikuti pelatihan kerja di berbagai sektor di Jepang. Setiap kenshusei rata-rata berada di Jepang hingga tiga tahun. Kini, ada hingga 19.000 WNI jadi kenshusei di Jepang. Jumlah kenshusei Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Kini terdapat 88.000 kenshusei dari Vietnam, China 81.000 orang, dan Filipina 23.000 orang.
Mendaftar sendiri
Eva menyebut, sementara ini calon pekerja harus mendaftar sendiri untuk bisa mendapatkan visa dalam sistem baru ini. Pendaftaran bisa melalui ayo.kitakerja.kemenaker.go.id atau jobsinfo.bnp2tki.go.id ”Untuk sementara, penempatannya tidak melibatkan swasta.” kata dia.
Meski Indonesia dan sejumlah negara lain optimistis atas program itu, sejumlah perusahaan di Jepang ternyata belum antusias. Dalam jajak pendapat oleh Reuters pada Mei 2019. terungkap hanya satu dari empat perusahaan Jepang yang mau secara aktif memanfaatkan mekanisme baru itu. Faktor bahasa dan budaya menjadi alasan utama. Sementara perusahaan yang berminat memanfaatkan mekanisme baru itu mengindikasikan tidak mau menunjang calon pekerja untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan pelatihan bahasa atau budaya sehari-hari di Jepang. Sementara sebagian kenshusei di Jepang sekarang kurang berminat pada program itu gara-gara tidak bisa membawa keluarga dan masa tinggal yang singkat. (REUTERS/RAZ)
Sumber : Harian Kompas, Kamis 13 Juni 2019